DPS BPRS ALMASOEM Mengisi dakwah di Radio RRI
Bapak Ustadz Isnen Munandar mengisi dakwah Islami di RRI, kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali.
Bapak Ustadz Isnen Munandar mengisi dakwah Islami di RRI, kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali.
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) terhitung mulai 1 juli 2016 hinga 31 maret 2017. Hal itu dilakukan seiring dengan disahkannya Undang undang tentang Pengampunan Pajak oleh DPR RI pada 28 juni 2016. Pemerintah sendiri menargetkan penerimaan dari tax amnesty dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN P) 2016 mencapai Rp. 165 triliun.
Sebagai salah satu pengawas jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan turut ambil peranan dalam pelaksanaan program tax amnesty ini. Bagaimana peran OJK dalam pelaksanaan dan pengawasan program tax amnesty ini? Berikut kutipan wawancara ekslusif, Info Bank Syariah (IBS) dengan Sarwono, Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat yang ditemui di sela sela pembentukan forum komunikasi industri jasa keuangan jawa barat, baru baru ini.
IBS :
Dari 28 Bank, 18 bank sudah ditunjuk untuk menampug dana repatriasi dari program tax amnesty. Sebenarnya persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh pihak perbankan dan seperti apa bentuk pengawasannya?
Sarwono :
Syarat bank bank yang akan menampung dana repatriasi ini adalah bank umum kegiatan usaha (buku) III dan IV. Seperti Bank Mandiri, BCA, BRI dan di tambah oleh bank lainnya sehingga jumlahnya mencapai 18 bank. Dimana bank bank tersebut dinilai memiliki produk produk dan layanan jasa keuangan, yang kemungkinan dapat dipergunakan sebagai sarana bagi wajib pajak yang akan mempergunakan dananya, yang disimpan di bank tersebut. Dan semua bank tersebut sudah siap.
IBS :
Dari 18 bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah, diantaranya adalah bank asing. Apakah ada pengawasan khusus yang dilakukan oleh OJK terhadap bank asing tersebut?
Sarwono :
Tidak ada bedanya pengawasan oleh ojk terhadap 18 bank yang telah ditunjuk sebagai gateway baik itu bank asing ataupun bank dengan badan hukum Indonesia. Untuk bank asing yang ada di kota Bandung merupakan kantor cabang sehingga dilakukan pengawasannya oleh pengawas dari Jakarta, namun di sini juga bisa dilakukan pengawasan dari sisi pelaksanaannya.
IBS :
Jadi dapat dipastikan bahwa dana rapatriasi yang masuk ke bank bank tersebut aman dan tidak akan lari?
Sarwono :
Dana repatriasi tersebut akan dikunci selama tiga tahun, dan akan dimonitoring sehingga dana tersebut dapat diketahui penggunaannya.
IBS :
Jika di kemudian hari ditemukan ada pelanggaran oleh pihak perbankan, apa sanksinya?
Sarwono :
Sanksinya tegas adalah bank tersebut akan dicabut dari status sebagai bank gateway, karena dengan ditunjuknya sebagai bank gateway sebenarnya bank tersebut memperoleh manfaat dengan likuiditasnya bertambah. Dengan dicabut otomatis bank tersebut tidak dapat lagi menampung dana repatriasi dari masyarakat wajib pajak yang akan menyimpan dana nya di bank tersebut.
IBS :
Apakah setelah tiga tahun, dana yang tersimpan dapat di investasikan kembali di luar negeri?
Sarwono :
Boleh, setelah tiga tahun dana tersebut boleh di investasikan kembali di luar.
IBS :
Dengan banjirnya dana repatriasi terhadap sejumlah bank, apakah akan memicu perang bunga deposito?
Sarwono :
Saya kira tidak, karena dari bank tersebut memiliki produk masing masing yang memiliki karakteristik dan menjadi daya tarik kepada nasabah. Cukup dengan apa yang ada sekarang mereka bisa memiliki 18 bank yang sudah ditetapkan.
IBS :
Dari 18 bank yang sudah di tunjuk oleh pemerintah untuk menampung dana tax amnesty ini, hanya ada satu bank syariah yaitu bank syariah mandiri. Apakah bank syariah lainnya tidak memenuhi syarat untuk menampung dana repatriasi dari program tax amnesty?
Sarwono :
Dari assesment teman teman OJK maupun di Kementrian Keuangan, hingga saat ini yang dinilai memiliki infrastruktur bagus, kemudian produk yang variatif baru BSM.
IBS : Tapi apakah kedepannya tidak menutup kemungkinan untuk bank syariah lainnya?
Sarwono :
Untuk bank syariah lainnya seperti di Bandung ada Bank BJB Syariah atau Muamalat sepanjang mereka memiliki produk produk kemungkinan nantik bisa diminati oleh nasabah.
Soft and Benevolent Loan. Qard menurut arti kata bermakna pinjaman. Sedang hasan berarti baik. Maka qard al hasan adalah merupakan suatu akan perjanjian qard yang berorientasi sosial untuk membantuk meringankan beban seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Dalam perjanjiannya, Bank SYariah sebagai kreditor memberikan pinjaman kepada pihak (nasabah) dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian akad dengan jumlah pengembalian yang sama ketika pinjaman itu diberikan.
Qard al hasan atau benevolent adalah suatu akan perjanjian lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dengan dasar taawun (tolong menolong) kepada mereka yang tergolong lemah ekonominya, dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman.
Landasan hukum akad ini adalah merupakan sebuah tawaran dari Allah, bahwa bagi siapa yang berkehendak membantu meringankan beban orang dengan memberi pinjaman yang baik, maka Allah-lah yang melipatgandakan pengembaliannya. Hal ini tersurat dalam al-qur’an : “siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Q.S. Al Baqarah:245)
Yang dimaksud memberikan pinjaman yang baik (qardan hasanan) kepada Allah adalah memberikan pinjaman kepada yang sangat membutuhkan bantuan dengan cara yang baik dengan dasar niat ikhlas karena Allah.
Tawaran serupa terulang dengan berupa baik (qardhan hasanan) kepada Allah adalah memberikan pinjaman kepada yang sangat membutuhkan bantuan dengan cara yang baik dengan dasar niat ikhlas karena Allah.
Tawaran serupa terulang dengan berupa suruhan dari Allah setelah suruhan mendirikan Shalat dan menunaikan zakat, ialah: “Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah SWT, berupa pinjaman yang baik”. (Q.S. Al Muzamil:20) kemudian ditambahkan dengan penegasan Rasulullah SAW, dalam sabdanya : Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seorang muslim meminjamkan 2 (dua) kali kecuali sama baginya dengan memberi sekali” (Hadits terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban).
Begitu pula ditegaskan dalam hadits riwayat Imam Muslim sebagai berikut :”Dari ‘Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Barang siapa yang telah melepaskan saudaranya yang muslim dari kesusahan kesusahan dunia, maka Allah SWT akan melepaskan dari padanya kesusahan di Hari Kiamah. Barang siapa telah membantu saudaranya yang kesulitan/lemah di dunia, maka Allah akan membantunya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah SWT senantiasa mebantu seorang hamba, selama hamba tersebut membantu saudaranya. “(HR. Muslim).
Pada dasarnya qard al hasan merupakan pinjaman sosial yang diberikan secara benevolent tanpa ada pengenaan biaya apapun, kecuali modal asalnya. Namun sejalan dengan perkembangan dunia ekonomi keuangan dan perbankan, pinjaman sosial ini tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa adanya biaya administrasi, seperti biaya materai, notaris, peninjauan feasibility proyek, biaya pegawai bank dan lain lain, sehingga biaya tersebut menjadi tak terhindari.
Biaya biaya administrasi tersebut adalah merupakan faktor penunjang, dimana tidak tercantum dalam nash hukum al qur’an atau al hadits, akan tetapi akan dimaksud tidak akan ada tanpa adanya unsur unsur tersebut. Oleh karenanya para ulama mengambil interpretasi dari kedua sumber hukum tersebut melalui kaidah ushul fiqhnya, ‘ma la yatimua al wajibu illa bihi fahuwa wajibun’ (Apabula suatu kewajiban (urusan) tidak sempura (dilakukan) kecuali setelah pemenuhan faktor tertentu, maka pemenuhan faktor tersebut wajib adanya.
Dengan demikin biaya administrasi dalam qard al hasan merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat dilaksanakan kontrak. Hal ini pula diterapkan untuk menjaga kelestarian lembaga keuangan Islam, dan agar jumlah pinjaman tidak susut nilainya akibat inflasi. Akan tetapi untuk membedakan dan menghindari adanya praktek riba, maka biaya administrasi disyaratkan : 1) Harus dinyatakan dalam nominal bukan dalam prosentase. 2) Sifatnya harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas pada hal hal yang mutlak diperlukan untuk dapat terjadi kontrak.
Sejumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Jawa Barat kembali unjuk gigi. Dalam rating BPRS terbaik berdasarkan laporan keuangan Desember 2014 yang dirilis majalah Infobank Edisi Khusus Syariah, BPRS asal Jawa Barat cukup dominan, baik dalam jajaran sepuluh besar maupun tiga besar.
Untuk BPRS beraset Rp. 100 miliar ke atas, empat BPRS Jabar menduduki peringkat di atas. Bahkan di tiga besar semuanya dari Jawa Barat, yakni BPRS Amanah Ummat Bogor, BPRS Almasoem Bandung dan BPRS Artha Madani BEkasi. Sedangkan BPRS HIK Bekasi menduduki peringkat kelima.
Upaya BPRS Almasoem Syariah untuk senantiasa membangun kemitraan yang baik dengan para nasabahnya berbuah positif. Buktinya, BPRS yang dipimpin Tuti Hartati sebagai direktur utama ini berhasil mencatatkan kinerja yang gemilang tahun lalu. Berkat prestasinya itu, BPRS ini berhasil meraih predikat “sangat bagus” dalam “Rating Institusi Keuangan Syariah Versi Infobank 2015”.
Sejumlah pos keuangan BPRS yang berlokasi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini seperti aset dana pihak ketiga (DPK), pembiayaan, modal inti, dan laba tumbuh apik tahun lalu. Secara rata-rata komponen keuangan itu tumbuh di atas 10%.
Hebatnya lagi, pada rating dari tujuh BPRS terbaik di kelompok BPRS Rp 100 miliar keatas, pertumbuhan laba yang dicatatkan BPRS Almasoem Syariah merupakan tertinggi.
BPRS Almasoem Syariah meyakini bahwa kemitraan adalah faktor yang sangat penting dalam usaha. Karena itu, BPRS ini menetapkan kemitraan yang saling menguntungkan sebagai strategi utama demi mencapai kemaslahatan bersama.
Pertengahan Oktober ini, tepatnya tanggal 17 – 18 Oktober 2015 bertempat di Bikasoga Sport Center Jalan Buah Batu Bandung telah diselenggarakan ajang Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) ASBISINDO yang merupakan agenda tahunan Asosisasi Bank Syariah Indonesia. Bertindak sebagai tuan rumah / panitia pada tahun ini adalah BJB Syariah. Tema yang diangkat adalah “Dengan semangat PORSENI, kita perkuat perbankan syariah”. Event yang berlangsung selama 2 hari ini diresmikan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat ibu Rosmaya Hadi diikuti oleh 17 anggota ASBISINDO baik BUS, UUS maupun BPR Syariah se-Jawa Barat dan berjalan dengan lancar.
Industri perbankan syariah di tanah air, memang masih tergolong belia jika dibandingkan dengan keberadaan bank konvensional. Belia usia bank syariah di Indonesia, tak pelak memicu anggapan praktisi bank syariah masih kurang kredibel. Tak sedikit para bankir yang terkesan dipaksakan terjun dalam pengelolaan bank syariah. Kondisi ini tentunya mengakibatkan bankir syariah. Kondisi ini tentunya mengakibatkan bankir syariah kerap dinomorsekiankan, dari jajaran para bankir lainnya.
Upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas bankir syariah sejatinya berada di pundak para praktisi bank syariah itu sendiri. Menjadi bankir syariah memang tak semudah menjadi bankir konvensional, yang hanya mengejar profit. Dalam bank syariah, ada hal yang lebih penting dari sekedar profit, yakni syiar Islam melalui praktik perbankan yang halal, sesuai prinsip prinsip Islam. Tak heran, jika ada seorang bankir syariah melontarkan istilah bahwa “Bankir Syariah, Bukan Bankir Biasa”. Bankir Syariah memang orang orang pilihan, yang kelak akan mengubah peradaban.
Menjadi seorang bankir syariah memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang perlu dikuasai agar bisa sejahtera di dunia dan selamat di akhirat. Peluang menimba ilmu sebenarnya masih terbuka lebar, dengan banyaknya program training ekonomi syariah yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, organisasi maupun lembaga swasta lainnya. Namun program tinggal program, pelatihan tinggal pelatihan, karena peluang untuk meningkatkan kualitas SDM perbankan syariah, dirasakan masih belum mendapat respon maksimal, dari institusi perbankan syariah di tanah air.
Mempersiapkan kualitas SDM menjadi salah satu agenda penting dalam upaya memperkuat industri keuangan syariah saat ini. Terlebih lagi ketika semua bidang tengah dihadapkan pada tantangan Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir tahun ini. Karena disadari atau tidak, dukungan kualitas SDM yang teruji, bisa meningkatkan daya saing Industri dalam negeri untuk menembus pasar di level yang lebih besar.
Niat pemerintah untuk memajukan industri perbankan syariah sudah sangat besar. Selain regulasi yang semakin matang, pemerintah juga sedang merencanakan pembentukan satu bank syariah nasional yang merupakan merger dari bank syariah yang selama ini bernaung di bawah kementrian BUMN. Pembentukan Bank Syariah BUMN ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para praktisi perbankan syariah. Persiapan kualitas sumber daya manusia spertinya tidak perlu di lama lama lagi, agar bank syariah profesional dan menguasai ilmu syariah secara total, sehingga bisa menjadi bank syariah yang tangguh, di Asia bahkan di dunia. Semoga!
Suatu produk bank syariah yang menarik untuk dikembangkan adalah Ijarah Muntahia Bittamlik. Dalam prakteknya, produk ini dapat dilaksanakan melalui berbagai macam cara.
Cara pertama, Ijarah Muntahia Bittamlik melalui hibah (pemindahan hak milik sah tanpa imbalan). Ini suati bentuk sewa yang dalam hal ini hak milik sah berpindah kepada lessee tanpa ada imbalan, dengan melakukan akad hibah dalam rangka memenuhi janji sebelumnya ketika penyelesaian cicilan sewa terakhir, atau melalui pembuatan akta hibah yang disyaratkan pada penyelesaian sewa cicilan ijarah. Hak milik sah lalu secara otomatis berpindah tanpa perlu melakukan akad baru tanpa pembayaran tambahan selain dari jumlah yang dibayar oleh lessee di dalam penyelesaian cicilan.
Yang kedua, Ijarah Muntahia Bitamilk melalui perpindahan hak milik sah (penjualan) pada akhir sewa melalui suatu imbalan simbolis. Perjanjiannya mencakup hal hal berikut.
Bentuk yang ketiga adalah Ijarah Mumtahia Bittamlik melalui perpindahan hak secara sah (penjualan) pada akhir sewa sejumlah yang ditentukan di dalam persewaan. Kesepakatan ini juga merupakan suatu akad yang mencakup akad ijarah dan suatu janji melakukan suatu akad penjualan. Akad ini mencakup jumlah aset yang dijual yang harus dibeli oleh lessee (pembeli) setelah habisnya jangka waktu ijarah. Dengan demikian, ketika lessee membayar imbalan yang disepakati aset yang disewakan menjadi terjadi dan hak miliknya berpindah kepada lessee yang berhak atas hak manfaat dan memindahkan atau menjual aset tersebut dalam bentuk pemindahan apapun secara sah.
Mengenai ketentuan hukum dan akad ini, diragukan lagi bahwa ketika kesepakatan berlaku, dia diperlakukan sebagai suatu akad ijarah yang mengharuskan berlakunya syariah dan efek dari akad ijarah. Akad penjualan hanya menjadi berlaku setelah habisnya masa akad ijarah.
Cara keempat adalah Ijarah Muntahia Bittamlik melalui perpindahan hak secara sah (penjualan) sebelum akhir jangka waktu persewaan, dengan harga yang ekuivalen dengan cicilan ijarah yang masih tersisa. Kesepakatan ini merupakan suatu akad ijarah dan semua aturan syariah yang berhubungan dengan ijarah dan semua aturan syariah yang berhubungan dengan ijarah berlaku terhadapnya. Kesepakatan ini juga mencakup suatu janji yang dibuat oleh lessor bahwa dia akan memindahkan hak milik dari aset yang disewakan kepada lessee sewaktu waktu diinginkan oleh lessee selama jangka waktu ijarah. Pemindahan hak itu pada harga ekuivalen dengan cicilan ijarah yang tersisa apabila ada keinginan untuk membeli.
Ketentuan hukum mengenai bentuk ini adlaah bahwa ketika perjanjian berlaku dia perlakukan sebagai akad ijarah dan tetap demikian sampai hak milik sah berpindah kepada lessee. Pada waktu itu, akad ijarah habis untuk jangka waktu yang tersisa karena manfaat dan aset yang disewakan sudah menjadi aset lessee. Bentuk penjualan ini melalui perpindahan hak milik dengan harga yang ekuivalen dengan cicilan yang masih tersisa. Selain itu, harus dilaksanakan juga suatu akad penjualan yang harus dilakukan pada akhir waktu penjualan.
Kelima adalah ijarah Muntahia Bittmalik melalui perpindahan bertahap hak milik sah (penjualan) aset yang disewakan. Kesepakatan ini mencakup suatu akad ijarah dengan suatu janji yang dibuat oleh lessee bahwa dia secara bertahap akan memindahkan hak milik sah dari aset yang disewakan kepada lessee sampai lessee mempunyai hak milik sah secara penuh dari aset yang disewakan. Ini akan melibatkan penentuan harga aset yang disewakan yang harus dibagi selama jangka waktu akad ijarah sehingga lessee mampu memperoleh bagian dari aset yang disewakan berpindah kepada lessee pada akhir akad ijarah. Perlu dicatat bahwa harus ada akad penjualan untuk tiap tiap bagian yang dijual kepada lease. Di samping itu, jumlah sewa harus berkurang ketika lessee memperoleh sebagian besar bagian dari aset yang disewakan.
Jika karena suatu alasan, akad ijarah dibatalkan sebelum berpindahnya hak milik kepada lessee, maka hak milik dari aset yang disewakan akan dibagi antara lessor dan lessee kepada siapa hak milik sebagian telah berpindah. Ini memberikan keadilan kepada lessee yang tujuannya adalah memperoleh hak milik dari aset yang disewakan melalui pembayaran sewa melebihi jumlah sewanya yang wajar.
Selain yang diatas, ada lagi model penjualan dan penyewaan kembali yang disebut ijarah operasional dan ijarah muntahia bittamilk. Salah satu bentuk umum dari ijarah ini adalah kasus ketika seseorang menjual asetnya sendiri kepada pihak lain lalu menyewanya kembali dari orang tersebut. Ini merupakan suatu aturan hukum bahwa pelaksanaan transaksi penjualan tidak boleh dibuat bersyarat dengan pelaksanaan transaksi sewa agar tidak melanggar aturan hukum bahwa pelaksanaan akad lain. Tetapi, dibolehkan bagi pihak pihak di dalam akad tersebut untuk mencapai suatu kesepahaman di antara mereka. Juga dibolehkan bahwa satu pihak menjanjikan kepada pihak lain untuk menyewakan kepada/dari dia aset tersebut.
Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) lembaga keuangan syariah sangat strategis. Di tengah menguatnya isu kepatuhan syariah (sharia compliance), peran DPS sangat penting karena ukuran kesyariahan bank syariah terletak pada syariah compliance.
DPS berfungsi memberikan nasihat dan saran, agar praktik perbankan senantiasa selalu sesuai dengan prinsip syariah serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan syariah. Sementara hingga saat ini, peran DPS dinilai masih belum optimal.
Topik tersebut menjadi sorotan seminar nasional “Optimalisasi Syariah Compliance pada Bank dan LEmbaga Keuangan Syariah” di Universitas Islam ’45, Bekasi, Jawa Barat (21/5) silam.
Mengacu hasil penelitian Bank Indonesia bekerjasama dengan Ernst and Young (2008) menyimpulkan bahwa peran DPS belum optimal yang berdampak terhadap risk management.
“Langkah penguatan peran DPS dapat ditempuh melalui berbagai aspek di antaranya mempertegas batasan maksimal jabatan DPS, dan evaluasi peran DPS pada lembaga Keuangan Syariah oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia”, kata Dr. Nurul Huda, ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI).
Dr. Rizqullah, Bendahara Umum IAEI, dalam mengatakan, “Kepatuhan aspek syariah bagi lembaga keuangan syariah merupakan salah satu dari 10 aspek yang harus dijaga dalam risiko tersebut adalah Risiko kredit, Risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, risiko kepatuhan, risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity investment risk).
Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti risiko likuiditas dan risiko lainnya.
Pembicaraan lain, Prof. Dr. Ahmad Erani menjelaskan bahwa sorotan Syariah Compliance tidak hanya ketaatan terhadap kepatuhan syariah melainkan salah stunya perlunasan bank syariah dalam pengelolaan dana untuk pergerakan sektor riil sehingga dapat mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat. Masalah yang dihadapi saat ini, orientasi perbankan yang belum optimal dan masih dalam keberpihakan terhadap profit sentuh oleh perbankan, padahal 99,99% dari total usaha di Indonesia dikuasai oleh UMKM.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bidang keuangan akan diberlakukan pada 2020. Siapkah bank syariah kita bersaing dengan bank syariah asing?
Ketika negara-negara ASEAN menyepakati berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dan bidang keuangan mulai 2020, bangsa kita tampaknya tidak terlalu ngeh apa yang akan terjadi dengan kesepakatan itu. Kita menghadapi dengan tenang-tenang saja. Padahal konsekuensi dari kesepakatan tersebut sungguh tidak kecil. Produk produk nega Asean akan membanjiri negara kita, begitu juga dengan perusahaan-perusahaannya dan SDM-nya. Kawasan Asean akan menjadi pasar terbuka yang bebas bagi negara-negara anggotanya.
Kini MEA 2915 sudah di depan mata. Banyak diantara kita yang baru tersadar tantangan yang akan dihadapi tahun depan. Barang-barang murah dan berkualitas akan menggerus produk kita yang mahal dan kualitasnya rendah. Tenaga kerja asing dengan kualitas tinggi akan menyerbu negara kita. Negara negara lain sudah sejah jauh hari mempersiapkan persaingan bebas tahun depan. Sementara kita terlihat tidak siap.
Hal ini tidak boleh terjadi untuk sektor keuangan, khususnya perbankan. Masih ada waktu beberapa tahun lagi untuk menghadapi persaingan keuangan saat diberlakukan pada 2020 nanti. Yang perlu diingat, bahwa tahun 2020 bukanlah waktu yang lama. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dengan baik, bukan tidak mungkin sektor keuangan pun akan tergerus oleh negara-negara tentangga kita.
Lantas apa yang perlu dipersiapkan oleh perbankan syariah dalam menghadapi persaingan tersebut? Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Yuslam Fauzi mengingatkan, bank syariah Indonesia perlu waspada untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2020. Bukan tidak mungkin, kata Yuslam, jika dari segi lini bisnis baik produk maupun sumber daya masnusia (SDM) kita kalah bersaing dibandingkan kompetitor luar, bank syariah nasional bisa terpuruk.
Untuk menghindari hal tersebut, bank syariah perlu meningkatkan produk dan SDM. Pasalnya, bank syariah masih kalah dengan bank syariah di luar negeri, misalnya dari sisi produk, layanan, bisnis model dan SDM.
Bank syariah di luar negeri, kata Yuslam, lebih kaya dalam menawarkan produk. Sementara SDM mereka lebih pesat karena di support oleh pemerintah, kata Yuslam Fauzi, di sela sela Mukernas Asbisindo, belum lama ini.
Aliansi Stratagis
Untuk menghadapi MEA 2020, Yuslam menyarankan terbangunnya aliansi strategis yang sinergis. Ada tiga pilar yang harus dipersiapkan, pertama meningkatkan ukhuwah, kedua, mengembangkan produk produk pasar, dan ketiga memperkuat SDM.
Saat ini, kata Yuslam, di negara kita kebanyakan bank, dengan 120 bank. Padahal di negara lain hanya ada belasan bank. Oleh karenanya, kalau mau kuat, jumlah bank di negara kita pun jangan terlalu banyak sehingga bisa kuat. Lebih baik jumlahnya kecil tapi kemampuan besar dan kuat.
Yang kedua, kata Yuslam, kita pun harus mengembangkan produk dan pasar. Dari sisi jenis produk, bank syariah kita msaih belum komplit. kita belum ada produk tawarruk atau membeli barang secara tidak tunai. Sementara di bank syariah di Malaysia sudah ada. Produk ini mampu mendongkrak pertumbuhan bisnis bank syariah di dalam negeri. Produk Malaysia lebih kaya dibanding bank syariah kita. Produk Malaysia lebih kaya, kita harus lebih kaya lagi.
Sedangkan dari sisi SDM, pemerintah harus mendukung industri melalui pemberian pendidikan pada perguruan tinggi tentang ilmu pengetahuan perbankan syariah. Sementara di lingkungan bank sendiri harus memperbanyak training dan worksop bersama sama agar lebih efektif. Saat ini kan semua bank kekurangan tenaga Account Officer (AO).
“SDM bank syariah di dalam negeri harus berkualitas dan banyak secara kuantitas. Kalau tiga hal tadi kita lakukan mulai dari sekarang, perbankan kita akan siap”, kata Yuslam.
Lebih jauh Yuslam mengemukakan Master Plan Perbangkan Indonesia (MP2I) tidak mengakomodir kebutuhan bank syariah, sementara kita harus siap siap menghadapi MEA.
Pertengahan November ini, tepatnya 9, 16 & 17 November 2013, ajang Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) ASBISINDO yang merupakan agenda tahunan Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia, yang ditahun-tahun sebelumnya dilaksanakan sepenuhnya di Sasana Olah Raga Bikasoga, Buah Batu Bandung, kali ini dilaksanakan di Al Ma’soem. BPR Syari’ah Al Ma’soem terpilih sebagai tuan rumah pada Porseni kali ini dengan mengambil tema “Melestarikan Budaya Daerah Jawa Barat”, dengan dibantu Ma’soem Event Organizer dan memanfaatkan lokasi di Dome Al Ma’soem, yang terletak di Kawasan Yayasan Pendidikan Al Ma’soem. Event yang berlangsung selama tiga hari , dan diikuti oleh 23 Bank Syari’ah se Jawa Barat ini berjalan dengan baik. Cabang olah raga yang dipertandingkan adalah Badminton (dilaksanakan terpisah pada tanggal 9 Nov di Bikasoga),Futsal, dan Tenis Meja serta kreasi seni. Para peserta selain mengikuti perlombaan pada cabang olah raga dan seni pada umumnya, juga mengikuti festival “Kaulinan Barudak Baheula”. Inilah yang berbeda dari porseni-porseni sebelumnya, para peserta harus juga berani tandang makalangan pada lomba “Papancakan, Sorodot Gaplok, Bakiak & Sumpit”.
Dihari ke2 Porseni Asbisindo adalah penampilan seni masing2 Bank (Bank Performance). Karena waktu pelaksanaan yang berbarengan dengan Acara Launching GRES!, sehingga pelaksanaan Porseni Asbisindo berakhir pada pukul 18.00, namun tidak mengurangi kemeriahan dari performa tiap Bank yang ditampilkan.
Porseni sebagai wadah anggota keluarga besar Asbisindo se-Jawa Barat untuk berprestasi di bidang olahraga dan seni, juga sebagai sarana untuk menjalin silaturahim dan berkomunikasi antarsesama anggota keluarga besar Asbisindo se-Jawa Barat sehingga dapat merangkai persahabatan dan meraih keberhasilan bersama. (dwy)
Gedung BPRS ALMASOEM
Jl. Raya Rancaekek No. 68 Bandung
Pembiayaan Pinjaman Syariah Untuk Modal Usaha BPRS ALMASOEM Bandung