Siapkah Perbankan Syariah Hadapi MEA 2020?
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bidang keuangan akan diberlakukan pada 2020. Siapkah bank syariah kita bersaing dengan bank syariah asing?
Ketika negara-negara ASEAN menyepakati berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dan bidang keuangan mulai 2020, bangsa kita tampaknya tidak terlalu ngeh apa yang akan terjadi dengan kesepakatan itu. Kita menghadapi dengan tenang-tenang saja. Padahal konsekuensi dari kesepakatan tersebut sungguh tidak kecil. Produk produk nega Asean akan membanjiri negara kita, begitu juga dengan perusahaan-perusahaannya dan SDM-nya. Kawasan Asean akan menjadi pasar terbuka yang bebas bagi negara-negara anggotanya.
Kini MEA 2915 sudah di depan mata. Banyak diantara kita yang baru tersadar tantangan yang akan dihadapi tahun depan. Barang-barang murah dan berkualitas akan menggerus produk kita yang mahal dan kualitasnya rendah. Tenaga kerja asing dengan kualitas tinggi akan menyerbu negara kita. Negara negara lain sudah sejah jauh hari mempersiapkan persaingan bebas tahun depan. Sementara kita terlihat tidak siap.
Hal ini tidak boleh terjadi untuk sektor keuangan, khususnya perbankan. Masih ada waktu beberapa tahun lagi untuk menghadapi persaingan keuangan saat diberlakukan pada 2020 nanti. Yang perlu diingat, bahwa tahun 2020 bukanlah waktu yang lama. Apabila kita tidak mempersiapkan diri dengan baik, bukan tidak mungkin sektor keuangan pun akan tergerus oleh negara-negara tentangga kita.
Lantas apa yang perlu dipersiapkan oleh perbankan syariah dalam menghadapi persaingan tersebut? Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Yuslam Fauzi mengingatkan, bank syariah Indonesia perlu waspada untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2020. Bukan tidak mungkin, kata Yuslam, jika dari segi lini bisnis baik produk maupun sumber daya masnusia (SDM) kita kalah bersaing dibandingkan kompetitor luar, bank syariah nasional bisa terpuruk.
Untuk menghindari hal tersebut, bank syariah perlu meningkatkan produk dan SDM. Pasalnya, bank syariah masih kalah dengan bank syariah di luar negeri, misalnya dari sisi produk, layanan, bisnis model dan SDM.
Bank syariah di luar negeri, kata Yuslam, lebih kaya dalam menawarkan produk. Sementara SDM mereka lebih pesat karena di support oleh pemerintah, kata Yuslam Fauzi, di sela sela Mukernas Asbisindo, belum lama ini.
Aliansi Stratagis
Untuk menghadapi MEA 2020, Yuslam menyarankan terbangunnya aliansi strategis yang sinergis. Ada tiga pilar yang harus dipersiapkan, pertama meningkatkan ukhuwah, kedua, mengembangkan produk produk pasar, dan ketiga memperkuat SDM.
Saat ini, kata Yuslam, di negara kita kebanyakan bank, dengan 120 bank. Padahal di negara lain hanya ada belasan bank. Oleh karenanya, kalau mau kuat, jumlah bank di negara kita pun jangan terlalu banyak sehingga bisa kuat. Lebih baik jumlahnya kecil tapi kemampuan besar dan kuat.
Yang kedua, kata Yuslam, kita pun harus mengembangkan produk dan pasar. Dari sisi jenis produk, bank syariah kita msaih belum komplit. kita belum ada produk tawarruk atau membeli barang secara tidak tunai. Sementara di bank syariah di Malaysia sudah ada. Produk ini mampu mendongkrak pertumbuhan bisnis bank syariah di dalam negeri. Produk Malaysia lebih kaya dibanding bank syariah kita. Produk Malaysia lebih kaya, kita harus lebih kaya lagi.
Sedangkan dari sisi SDM, pemerintah harus mendukung industri melalui pemberian pendidikan pada perguruan tinggi tentang ilmu pengetahuan perbankan syariah. Sementara di lingkungan bank sendiri harus memperbanyak training dan worksop bersama sama agar lebih efektif. Saat ini kan semua bank kekurangan tenaga Account Officer (AO).
“SDM bank syariah di dalam negeri harus berkualitas dan banyak secara kuantitas. Kalau tiga hal tadi kita lakukan mulai dari sekarang, perbankan kita akan siap”, kata Yuslam.
Lebih jauh Yuslam mengemukakan Master Plan Perbangkan Indonesia (MP2I) tidak mengakomodir kebutuhan bank syariah, sementara kita harus siap siap menghadapi MEA.